Mendidik
anak memang tak semudah yang dibayangkan, apalagi mendidik anak di zaman modern
ini. Semua orang tua harus melakukan perjuangan ekstra untuk mendidik
putra-putri mereka agar kelak menjadi pewaris mereka yang dapat membanggakan.
Tidak mudah, akan tetapi mau tidak mau sebagai orang tua, hal itu harus
dilakukan. Oleh sebab itulah saat ini berbagai cara dilakukan oleh berbaga
kalangan utamanya yang concern pada persoalan keluarga untuk menemukan metode
atau cara mendidik anak yang tepat. Salah satunya dengan memunculkan sebuah
istilah “pengasuhan positif”.
Yaa,
salah satu tema yang diambil dalam workshop yang diselenggarakan di Sekolah
Luar Biasa Negeri (SLBN) Ungaran baru-baru ini. Tema “pengasuhan positif”
diambil dengan alasan agar para orang tua siswa SLB Negeri Ungaran bisa lebih
memahami dan mendalami bagaimana peran orang tua dalam mendidik anak-anak
mereka yang memiliki kebutuhan khusus. Karena bagaimanapun juga paea orang tua
perlu diberikan tambahan pengetahuan tentang metode mengasuh anak berkebutuhan
khusus yang terbaik meskipun bukan paling benar.
Pendaftaran Peserta Workshop |
Workshop
yang diikuti oleh 50 peserta perwakilan wali siswa memang berjalan lancar,
acara juga berjalan dengan menarik karena diisi dengan diskusi serta tanya
jawab antara peserta dan narasumber. Meskipun acara hanya berlangsung sekitar 4
jam, akan tetapi dari kegiatan tersebut diharapakan orang tua siswa lebih
mengerti tentang tugas-tugas mereka dalam mendidik anak-anak mereka, utamanya
ketika anak berada di rumah.
Sebagaimana
yang disampaikan oleh salah satu nara sumber, Novi mahasiswa Magister Psikologi
Universitas Sugiopranoto Semarang prodi Psikologi, beliau mengatakan bahwa mendidik anak yang
terbaik adalah ketika anak masih berada dalam golden age (masa keemasan), artinya mendidik anak terbaik saat
ana-anak masih berusia sekitar 0-5 tahun.
Pada masa inilah sangat baik bagi orang tua untuk mendidik anaknya dengan
pendidikan terbaik, utamanya mendidik akhlaknya.
Bukan
hanya itu saja pada masa tersebut perkembangan fisik dan otak anak merupakan
masa terbaik untuk berkembang. Oleh sebab itulah alangkah baiknya jika masa
tersebut setiap orang tua dapat memberikan yang terbaik untuk anaknya, utamanya
dalam segi pendidikannya.
Selain
itu mbak Novi juga berpesan dalam mendidik anak, khususnya anak berkebutuhan
khusus harus telaten dan sabar. Orang tua juga harus lebih jeli dalam melihat potensi
yang dimiliki oleh anak tersebut. karena anak berkebutuhan khusus merupakan
anak yang spesial, maka mendidiknya juga dengan cara-cara yang spesial pula.
Intinya adalah anak berkebutuhan khusus harus dididik sesuai dengan potensi
yang dimiliki anak, jangan mendidik sesuai keinginan orang tua, mengingat
mereka adalah anak dengan kebutuhan khusus.
Sedangkan berkaitan dengan pola
asuh orang tua terhadap
anak, pemateri yang lain yaitu Ahmad, S.Pd salah satu guru di SLBN Ungaran
mengatakan bahwa pola asuh merupakan perilaku
yang diterapkan pada anak dan bersifat relative konsisten dari waktu ke waktu.
Pola ini dapat dirasakan anak dari segi negatif maupun positif. Dalam paparan presentasinya
beliau membagi pola asuh ke dalam empat macam, yaitu:
Pola
Asuh Uninvolved (tidak terlibat).
Dalam pola asuh ini, hubungan orangtua dengan anak kurang hangat. Orang tua cenderung
menjaga jarak terhadap anak tetapi mereka cenderung hanya memperhatikan dan
menyediakan kebutuhan dasar anak seperti makanan, pendidikan, rumah, dan
lainnya.
Pola
Asuh Indulgent (permisitif), Pola asuh ini
memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan
yang cukup darinya. Orang tua biasanya cenderung akan membiarkan anak mereka
meskipun dalam keadaan bahaya dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh orang
tua (Ira Petranto, 2005).
Pola
Asuh Authoritative (demokratis). Pola asuh demokratis merupakan adalah pola asuh yang
memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu dalam mengendalikan
mereka. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk
memilih dan melakukan suatu tindakan dan pendekatannya kepada anak bersifat
hangat. (Ira Petranto, 2005).
Pola
Asuh Authoritarian (otoriter). Pola asuh ini lebih
cenderung ketat dan memberikan standar yang mutlak harus dituruti oleh anak,
biasanya orang tua akan memberikan hukuman jika aturan dilanggar oleh anak.
Dari
berbagai pola asuh tersebut, Ahmad menyarankan kepada para orang tua agar
menggunakan pola asuh demokratis, karena lebih tepat digunakan dalam mendidik
anak, khususnya anak dengan kebutuhan khusus karena pola asuh tersebut memiliki
banyak kelebihan dibanding pola asuh yang lain. Ahmad,juga mengutip salah satu
pendapat tokoh perkembangan anak Dorothy Law Nolte yang mengatakan bahwa:
• Jika anak dibesarkan
dengan celaan, maka ia belajar memaki
• Jika anak dibesarkan
dengan permusuhan, maka ia belajar berkelahi
• Jika anak dibesarkan
dengan cemoohan, maka ia belajar rendah diri
• Jika anak dibesarkan
dengan penghinaan, maka ia belajar menyesali diri
• Jika anak dibesarkan
dengan toleransi, maka ia belajar mengendalikan diri
• Jika anak belajar
dengan motivasi, maka ia belajar percaya diri
• Jika anak belajar
dengan kelembutan, maka ia belajar menghargai
• Jika anak dibesarkan
dengan rasa aman, maka ia belajar
percaya
• Jika anak dibesarkan
dengan dukungan, maka ia belajar
menghargai diri sendiri
• Jika anak dibesarkan
dengan kasih sayang dan persahabatan, maka
dia belajar menemukan kasih
sayang dalam hidupnya
Pesan yang diberikan kepada para peserta workshop dari
dua narasumber yaitu, sekolah luar biasa (SLB) dan guru-gurunya bukan
satu-satunya tempat mendidik anak berkebutuhan khusus menjadi anak yang
berhasil, akan tetapi kerjasama orang tua dan guru dalam mendidik mereka lah
yang bisa membuat anak berkebutuhan khusus menjadi pribadi yang lebih baik dan
lebih mandiri.
Post a Comment