Belum habis rasanya rasa kecewa dalam hati, karena salah satu tim sepakbola favoritku gagal melangkah ke babak perempat final Liga Champion, yaa Manchester United akhirnya tersingkir di babak perdelapan final setelah ditaklukkan oleh salah satu tim favoritku juga yaitu Real Madrid. Meskipun saat ini, Real Madrid menjadi salah satu jagoanku untuk bisa merengkuh juara Liga Champion untuk yang ke 10 kalinya, akan tetapi drama kekalahan MU tetap saja mengecewakan, hehehe lebay
Namun, rasa kecewa dan prihatin kembali menghinggapi perasaan in tatkala melihat berita tentang kerusuhan yang terjadi saat pertandingan sepakbola di tanah air antara Gresik United vs Arema Malang yang berakhir dengan tewasnya 3 orang penonton serta banyak yang luka-luka. Kejadian tersebut semakin menguatkan fakta bahwa sepakbola di Indonesia belum bisa dikatakan profesional, karena masih saja menjadikan pertandingan sepakbola menjadi ajang untuk bentrok, baik itu pemain dengan wasit, antar pemain, maupun antar suporter.
Kejadian serupa beberapa waktu yang lalu juga terjadi saat Persip Pekalongan bertanding dengan PSIS Semarang. Pertandingan yang berakhir seri 1:1 tersebut juga dinodai dengan bentrok antar penonton yang membuat beberapa orang harus dirawat di Rumah Sakit di Pekalongan. Bahkan pasca kejadian tersebut, aku mendapatkan ultimatum dari mertua, agar tidak menggunakan sepeda motor yang berplat G...SK dulu di Semarang, karena takut akan menjadi sasaran suporter Semarang yang masih dendam dengan warga Pekalongan.
Supoter rusuh |
Masih buruknya mentalitas stakeholder sepakbola di Indonesia memang sangat memprihatinkan, terutama supoternya. Dimana-mana supoter suatu klub tidak siap kalah, jika timnya kalah, apalagi kalah di kandang sendiri bisa dipastikan para supoternya akan berulah. Hal inilah yang sangat disayangkan oleh banyak pihak, karena korbannya bukan saja pemain yang di jagokannya, maupun suporter dari pihak lawan, tapi masyarakat umum akhirnya juga menjadi korban dari aksi brutalnya suporter sepakbola yang kurang bertanggungjawab.
Aksi-aksi brutal para suporter sepakbola di Indoensia, memang sudah masuk kategori akut karena mereka tidak bisa melihat sepakbola dari sudut pandang rekreasi dan hiburan. Tetapi mereka melihat sepakbola sebagai ajang peperangan yang penuh dengan aksi saling menyerang, dan membunuh. Sepakbola bukan dijadikan sebagai sarana untuk menjalin persaudaraan dan persatuan, sebaliknya malah dijadikan sebagai sarana untuk mencari musuh. Sungguh terlalu, begitulah mungkin ungkapan dari Bang Haji Rhoma Irama.
Post a Comment