Kurang lebih tiga bulan ke depan
Provinsi Jawa Tengah akan menggelar pesta demokrasi yaitu pemilihan gubernur
dan wakil gubernur secara langsung. Cagub/cawagub tentu saja akan memperebutkan
suara masyarakat Jawa Tengah dengan berbagai cara. Salah satu pemilik suara
yang sangat potensial untuk diperebutkan tentu saja berasal dari para guru.
Potensi tersebut bukan saja berasal dari guru secara pribadi, akan tetapi guru
berpotensi dijadikan sebagai tim sukses para calon gubernur.
Hal tersebut sangat wajar karena guru
memiliki posisi yang sangat strategis di dalam masyarakat. Disamping sebagai
pendidik, guru merupakan sosok yang hingga saat ini masih disegani dan sering
menjadi panutan bagi sebagian besar masyarakat terutama yang berada di wilayah
pedesaan. Guru juga dianggap memiliki kemampuan persuasif (mempengaruhi)
paradigma masyarakat, sehingga akan sangat menjanjikan jika guru dilibatkan
menjadi salah satu motor pendulang suara bagi cagub tertentu.
gambar |
Meskipun peraturan pemerintah telah
memberikan rambu-rambu bahwa guru harus menjaga netralitas politik mereka, akan
tetapi faktor kesejahteraan yang masih rendah bisa saja menjadikan mereka gelap
mata dan memanfaatkan kesempatan untuk mendapatkan kesejahteraan yang lebih
baik. Caranya adalah ikut ambil bagian dalam politik praktis dengan cara
mendukung atau menjadi tim sukses dari salah satu cagub yang bersaing dengan
harapan akan mendapatkan imbalan berupa materi.
Harus diakui guru merupakan salah
satu komoditas politik yang sangat signifikan dalam menaikkan perolehan suara
pada pemilihan umum kepala daerah (gubernur). Hal tersebut terbukti saat
pelaksanaan pilgub Jawa Tengah pada tahun 2008 yang lalu, dimana salah satu
calon wakil gubernur merupakan ketua organisasi guru, sehingga hampir sebagian
besar pemilih dari guru memilih calon tersebut. Hal tersebut tentu menunjukkan
bahwa independensi guru dalam berpolitik masih diragukan.
Menurut data dari LPMP pada tahun
2010 jumlah guru di Jawa Tengah kurang lebih mencapai 391.014 orang. Jumlah
tersebut pada tahun ini jelas bertambah dan bisa mencapai 400 ribu guru. Jumlah
yang sangat besar tentunya, dalam matematika politik pilkada suara tersebut
jelas sangat signifikan sehingga sangat wajar jika pada akhirnya suara guru
akan menjadi rebutan oleh para calon gubernur pada pilgub Mei mendatang.
Meskipun saat ini guru di Jawa Tengah
memiliki posisi yang strategis dan memiliki nilai jual tinggi dalam Pilgub
bulan Mei mendatang, akan tetapi diharapkan guru tetap memegang prinsip untuk
netral. Artinya guru harus menggunakan hak pilihnya sesuai dengan hati
nuraninya masing-masing, tidak boleh menjadi tim sukses salah satu calon serta
harus independen.
Bagaimanapun juga guru merupakan
sosok panutan bukan hanya bagi peserta didik, melainkan juga bagi masyarakat
luas. Oleh sebab itulah guru di Jawa Tengah jangan sampai menjadi korban politik
praktis dalam pemilihan gubernur mendatang. Guru memang memiliki hak dalam
politik tapi, tapi hak tersebut seharusnya
digunakan sesuai dengan peraturan yang ada.
Post a Comment