Kematian seseorang memang bisa datang kapan
saja tanpa pernah bisa diduga. Namun demikian, jika meninggal itu sendirian dan jauh dari orang-orang tercinta tentu bukan merupakan kahir yang bahagia. Paling tidak itulah gambaran nasib tragis meninggalnya Diego Mendieta
salah satu pesepakbola luar negeri yang mencoba mengais rezki di negeri ini. Mantan pemain Persis Solo asal Paraguay itu menghembuskan
nafas terakhir karena sakit komplikasi yang ia derita dalam kesendirian dan ketidakadilan.
Masalah yang dihadapi oleh Diego memang rumit, ia tidak mendapatkan haknya berupa gaji hingga ujung hayatnya, Diego masih belum menerima gaji kurang lebih selama empat bulan sebesar
Rp120 juta. Hak yang tak terbayarkan inilah yang meninggalkan keprihatinan bagi pesepakbolaan negeri ini. Kematian eks pemain Persis Solo ini juga mencerminkan karut-marutnya tatanan sepak bola Indonesia.
Bukan rahasia lagi bahwa masih banyak pemain di kompetisi Indonesia yang belum
menerima gaji baik itu yang berlagai di LSI (versi KPSI) maupun LPI (versi PSSI).
Penyebabnya tak lain adalah ketidakbecusan pengelola sepak bola di negeri ini.
Kematian Diego tentu bukan hanya meninggalkan kesedihan bagi keluarganya yang ditinggalkan di Paraguy, tetapi juga masyarakat pecinta sepak bola Indonesia. Betapa tidak, sebagai seorang pemain profesional Diego telah ditelantarkan oleh klub yang pernah ia bela. Bukan hanya soal gaji, tetapi perhatian ketika ia berperang melawan penyakitnya jadi para manajemen tidak ia dapatkan sama sekali. Alhasil hanya dibantu oleh teman-teman dekatnya ia berusaha menjalani sakitnya di rumah sakit Solo.
Yang menjadikan trenyuh adalah permintaan Diego yang tidak dikabulkan oleh pihak manajemen Persis sebelum ia menghembuskan nafas terakhir, ia hanya ingin diberikan tiket pulang ke negaranya Paraguy dan ingin bertemu dengan keluarganya. Dilain pihak ia juga tidak menuntut gajinya dibayar full, namun ia ingin gajinya dibayar separo supaya ia bisa pulang dan membawa sedikit uang hasil kerja kerasnya menjadi pesepakbola. Tapi lagi-lagi keinginan untuk mendapatkan haknya tidak kunjunga diberikan hingga ia akhirnya meninggal dunia karena terserang virus.
Kematian Diego tentu menjadi pelajaran bagi seluruh pemain sepakbola di Negeri ini, khususnya bagi manajeman klub yang harus memberikan jaminan kesehatan bagi para pemain, agar apa yang dialami oleh Diego tidak terjadi lagi dengan pemain yang lain. kalau hal itu tidak bisa dilakukan oleh klub sebaiknya klub membubarkan diri saja. Selain dualisme kepengurusan sepakbola negeri ini, kasus yang menimpa Diego adalah tragedi kemanusian dalam sepakbola Indonesia.
Dari semua itu, sebagai pecinta bola tanah air, aku hanya bisa berharap semoga para elit di atas akan sadar dengan persoalan ini dan segera melakukan intsropeksi serta kembali bersatu dalam membangun persepakbolaan Indonesia agar lebih baikd an lebih maju. Yang tak kalah pentinya adalah harapan agar sepakbola Indonesia tidak dikenai sanksi oleh FIFA atas kasus yang akhir-akhir ini melanda sepakbola Indonesia. Bravoo!!!
Diego Mendieta, gambar dari sisni |
Kematian Diego tentu bukan hanya meninggalkan kesedihan bagi keluarganya yang ditinggalkan di Paraguy, tetapi juga masyarakat pecinta sepak bola Indonesia. Betapa tidak, sebagai seorang pemain profesional Diego telah ditelantarkan oleh klub yang pernah ia bela. Bukan hanya soal gaji, tetapi perhatian ketika ia berperang melawan penyakitnya jadi para manajemen tidak ia dapatkan sama sekali. Alhasil hanya dibantu oleh teman-teman dekatnya ia berusaha menjalani sakitnya di rumah sakit Solo.
Yang menjadikan trenyuh adalah permintaan Diego yang tidak dikabulkan oleh pihak manajemen Persis sebelum ia menghembuskan nafas terakhir, ia hanya ingin diberikan tiket pulang ke negaranya Paraguy dan ingin bertemu dengan keluarganya. Dilain pihak ia juga tidak menuntut gajinya dibayar full, namun ia ingin gajinya dibayar separo supaya ia bisa pulang dan membawa sedikit uang hasil kerja kerasnya menjadi pesepakbola. Tapi lagi-lagi keinginan untuk mendapatkan haknya tidak kunjunga diberikan hingga ia akhirnya meninggal dunia karena terserang virus.
Kematian Diego tentu menjadi pelajaran bagi seluruh pemain sepakbola di Negeri ini, khususnya bagi manajeman klub yang harus memberikan jaminan kesehatan bagi para pemain, agar apa yang dialami oleh Diego tidak terjadi lagi dengan pemain yang lain. kalau hal itu tidak bisa dilakukan oleh klub sebaiknya klub membubarkan diri saja. Selain dualisme kepengurusan sepakbola negeri ini, kasus yang menimpa Diego adalah tragedi kemanusian dalam sepakbola Indonesia.
Dari semua itu, sebagai pecinta bola tanah air, aku hanya bisa berharap semoga para elit di atas akan sadar dengan persoalan ini dan segera melakukan intsropeksi serta kembali bersatu dalam membangun persepakbolaan Indonesia agar lebih baikd an lebih maju. Yang tak kalah pentinya adalah harapan agar sepakbola Indonesia tidak dikenai sanksi oleh FIFA atas kasus yang akhir-akhir ini melanda sepakbola Indonesia. Bravoo!!!
Post a Comment