Bulan Ramadhan
sesungguhnya merupakan bulan yang sangat mulia. Mulia di awalnya,
pertengahannya, juga mulia di akhirnya. Sepuluh hari awalnya dipenuhi rahmat, sepuluh
hari pertengahannya ditebarkan maghfirah dan sepuluh hari di akhirnya merupakan
pembebasan dari api neraka. Hal itu sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah
SAW dalam riwayat Salman Al-Farisi.
Pada saat ini ramadhan
telah memasuki sepuluh hari terakhirnya, dan sebentar lagi umat Islam akan
mendapatkan kemenangan yaitu merayakan idul fitri. Di sepuluh hari terakhir ramadhan
diharapkan setiap muslim dapat mengakhiri Ramadhan dengan kebaikan, yaitu
dengan mencurahkan daya dan upaya untuk meningkatkan amaliyah ibadah di
sepanjang sepuluh hari akhir Ramadhan ini. Baik ibadah vertikal kepada Allah,
maupun ibadah horisontal terhadap sesama manusia.
Sehingga sangat wajar
jika anjuran untuk lebih meningkatkan ibadah di sepuluh hari terakhir di bulan
ramadhan senantiasa didengungkan oleh para mubaligh dalam setiap kesempatan.
Bukan hanya itu, di zaman Rasulullah jika ramadhan telah memasuki 10 hari
terakhir, maka Muhammad SAW semakin memaksimalkan diri dalam beribadah. Siang
hari untuk berpuasa dan melakukan kebaikan dan beliau menghidupkan malam
harinya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, bahkan beliau juga mengajak keluarganya
agar turut beribadah.
Ibadah Ramadhan |
Hal tersebut tergambar
dari apa yang pernah dikatakan oleh Aisyah r.a., ia menceritakan tentang
keadaan Nabi SAW ketika memasuki sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan, “Beliau jika memasuki
sepuluh hari terakhir Ramadhan, mengencangkan ikat pinggang, menghidupkan
malamnya dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari).
Keistemewaan lainnya pada
sepuluh hari terakhir di bulan ramadhan adalah diyakini sebagai turunnya lailatul qadr, terutama pada malam
ganjil. Oleh sebab itulah bagi siapa saja yang beribadah kepada Allah SWT
dengan penuh keimanan dan pengharapan kepada Allah maka nilai ibadahnya
bernilai ibadah selama seribu bulan yang juga berarti sama dengan 83 tahun 4
bulan. Hal itu sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Qadr ayat 3: Lailatul
Qadr itu lebih baik dari seribu bulan.
Degradasi
Ibadah
Meskipun
sepuluh hari terakhir Ramadhan dianggap sebagai hari-hari yang istimewa, akan
tetapi bagi umat muslim Indonesia hal tersebut tampaknya tidak berlaku.
Fenomena unik memang terjadi di negara ini ketika ramadhan tiba. Sepuluh hari pertama ramadhan semua umat Islam
seakan berlomba untuk beribadah dan beramal saleh. Masjid dan mushala selalu dipenuhi
jamaah bahkan meluber sampai keluar ketika sholat fardhu terutama tarawih
berlangsung. Kegiatan keagamaan seperti tadarus al Qur’an, maupun majlis taklim
selalu dipenuhi jamaah. Dalam hal shodaqoh pun umat Islam seakan berlomba untuk
memberi yang terbaik.
Pada sepuluh hari kedua
bulan ramadhan mulai terjadi penurunan kuantitas maupun kualitas ibadah yang
dilakukan oleh kaum Muslimin. Masjid dan mushola mulai berkurang jamaahnya,
kegiatan tadarus al Qur’an dan majlis taklim hanya diikuti oleh beberapa jamaah
saja. Bahkan kaum muslimin yang semula gemar bershodaqoh mulai mengencangkan
ikat pinggang.
Degradasi ibadah kaum
muslimin semakin parah ketika memasuki sepuluh hari terkahir ramadhan. Fenomena
tersebut terlihat dari semakin sedikitnya umat Islam yang melaksanakan shalat
berjamaah, apalagi shalat tarawih di masjid dan mushola. Tadarrus Al Qur’an dan
majlis taklim pun mulai ditinggalkan jamaahnya. Demikian juga amalan lainnya juga
ditinggalkan kaum Muslimin.
Tadarus |
Pada saat bersamaan umat
Islam malah menyibukkan diri dengan urusan yang bersifat duniawi, seperti berbelanja
aneka kebutuhan hari raya Idul Fitri. Sehingga akan terlihat sangat kontras
antara masjid-mushalla yang sepi jamaah dengan kegiatan ibadahnya.
Sedangkan Mall, Plaza, Supermarket,
pasar tradisonal serta berbagai pusat perbelanjaan lainnya malah dipadati oleh
kaum Muslimin.
Bahkan mereka rela untuk
antri di pintu masuk maupun pintu keluar pusat perbelanjaan, berdesak-desakan
di dalam mal, bahkan ikhlas mengantri di kasir-kasir sejumlah departemen store
dan supermarket hanya untuk membeli pakaian, makanan, serta barang-barang kebutuhan
lainnya yang akan dipakai ketika hari
raya Idul Fitri.
Sedangkan bagi kaum
muslimin yang merantau di kota-kota besar, hari-hari terakhir bulan ramadhan
selalu disibukkan dengan kegiatan antre tiket Kereta, Bus, Kapal, Pesawat untuk
mudik. Hal tersebut tentu mengorbankan kegiatan ibadah di sepuluh hari terakhir
selama ramadhan. Dan anehnya mereka tidak merasa merugi meninggalkan semua aktifitas ibadah
mereka demi memenuhi kebutuhan duniawi.
Fenomena diatas menandakan
bahwa sesungguhnya umat Islam masih menganggap bahwa ibadah di bulan ramadhan
hanya sebagai serimonial belaka. Mereka seakan telah merasa cukup ketika di
sepertiga pertama bulan ramadahan telah melakukan amal ibadah. Padahal
sesungguhnya seluruh ramadhan
merupakan momentum peningkatan kebaikan bagi orang-orang yang bertaqwa dan
ladang amal bagi orang-orang shaleh, terutama di sepuluh hari terakhir
Ramadhan.
Sehingga sangat salah dan merugi bagi kaum muslimin yang menyia-nyiakan
kesempatan beribadah di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Karena di saat
itulah sesungguhnya kualitas ibadah umat Islam selama ramadhan akan diuji. Jika
mampu mempertahankan kualitas ibadah dan amal saleh baik pada sepuluh hari
pertama, kedua dan ketiga selama ramadhan maka ia akan lulus dan akan mendapatkan
kemenangan yang hakiki, yaitu kembali fitri dan menjadi muttaqin.
Post a Comment