Menjadi
guru adalah dambaan setiap orang, bukan hanya karena merupakan profesi yang mulia
melainkan juga karena memiliki prospek cerah dalam soal materi. Untuk alasan
kedua inilah yang akhirnya menjadikan Fakultas Keguruan di sejumlah perguruan
tinggi baik negeri maupun swasta selalu menjadi rebutan calon mahasiswa. Tujuan
pragmatisnya adalah setelah lulus berharap menjadi guru yang berstatus pegawai
negeri sipil (PNS) dan bisa mendapatkan banyak tunjangan.
Tujuan
dalam arti sempit itulah yang pada akhirnya membuat guru-guru ketika mengajar
tidak dilandasi dengan semangat keikhlasan dan profesionalisme. Padahal ketika
seseorang telah menentukan pilihan untuk menjadi pendidik, maka segala
konsekuensinya juga harus diterima. Mulai dari
tanggungungjawab untuk mengajar setiap hari, membuat administrasi sekolah,
administrasi pengajaran (membuat silabus, RPP, soal tes), mengurusi laporan
BOS, Beasiswa dan lain sebagainya.
Guru dipresi |
Hal
itu belum ditambah dengan kewajiban guru secara individual untuk senantiasa
meningkatkan kompetensinya, baik kompetensi pedagogik, individual, sosial dan
profesional dengan cara mengikuti
berbagai pembinaan dan pelatihan peningkatan mutu guru. Semua itu harus
dilakukan guru agar mereka bisa dikatakan sebagai pendidik yang benar-benar profesional
sesuai dengan tuntutan undang-undang.
Untuk
menjadi guru profesional sendiri tidaklah mudah dan instan, karena berbagai
tahapan harus dilalui salah satunya adalah guru harus lulus dalam program
sertifikasi. Program sertifikasi dibuat pemerintah sebagai salah satu upaya
untuk meningkatkan kualitas guru. Sertifikasi sendiri dilakukan melalui
berbagai cara mulai dari test portofolio, Pendidikan dan Latihan Profesi Guru
(PLPG), maupun melalui Pendidikan Profesi Guru (PPG).
Disinilah
daya tariknya, karena guru yang lulus sertifikasi bukan hanya akan mendapat
gelar sebagai guru profesional, tetapi juga akan mendapatkan tunjangan profesi
yang besarnya adalah satu kali gaji bagi yang telah berstatus PNS. Keuntungan
materi inilah yang saat ini banyak menjadi orientasi dan motivasi utama bagi
guru, bahkan tujuan utama agar menjadi guru yang lebih berkualitas
perlahan-lahan hilang pasca sertifikasi.
Kenyataan
di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat berpendapat bahwa pasca
sertifikasi banyak guru yang justru menurun kualitasnya. Satu sisi hal tersebut
patut disayangkan, karena program sertifikasi digulirkan bukan hanya untuk
meningkatkan kesejahteraan guru tetapi juga untuk meningkatkan kompetensi guru
secara berkelanjutan. Namun disisi lain, penurunan kualitas guru tersertifikasi
wajar adanya karena ada anggapan bahwa sertifikasi merupakan tugas tertinggi
yang harus diselesaikan guru. Sehingga bagi yang telah lulus sertifikasi merasa
bahwa tidak perlu meningkatkan kompetensinya lagi.
Tampaknya
guru tidak akan bisa tenang dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik, karena
berbagai tugas dan kewajiban harus diselesaikan meskipun telah lulus dan
mendapatkan sertifikat profesional. Tugas tersebut adalah, harus lulus Penilaian
Kinerja Guru (PKG), dan program terbaru guru juga harus lulus Ujian Kompetensi
Guru (UKG). Jika sebelumnya banyak guru terutama yang senior merasa depresi
ketika menjalani program PLPG, saat ini
para guru tersertifikasi juga merasa dipresi menghadapi UKG.
Program peningkatan kompetensi dan profesionalitas guru
yang dibuat pemerintah memang bertujuan baik, akan tetapi hal tersebut harus
melihat kemampuan dan psikologis guru. Selama ini guru telah memiliki tugas dan
tanggungjawab yang luar biasa besar bukan hanya mengajar, tetapi mengurusi
administrasi sekolah dan tanggungjawab keluarga. Oleh sebab itulah ada baiknya
jika guru tidak terlalu dibebani dengan berbagai kewajiban agar bisa fokus
dalam mendidik dan mengajar anak.
Post a Comment