Pendidikan
saat ini seakan telah masuk menjadi kebutuhan primer setelah kebutuhan makan,
sandang dan papan. Sehingga sangat wajar jika memasuki masa penerimaan siswa
baru, para orang tua dibuat pusing tujuh keliling (keliling desa kali
hehehehe..). Keadaan tersebut tak lain diakibatkan karena terlalu banyak jenis
sekolah yang menjadi alternatif pilihan. Salah satunya adalah sekolah dengan
label RSBI.
Setiap
orang tentu sudah mafhum akan keberadaan sekolah yang satu ini. Kata pemerintah
sekolah jenis ini merupakan model sekolah yang unggul, baik dari segi bangunan
fisik, saran-prasarana yang lengkap, kualitas para pendidiknya, hingga unggul
dalam hal biaya masuknya. Yupp…RSBI/SBI adalah tipe sekolah yang hanya bisa
dimasuki oleh orang-orang berduit saja (Beruang) sedangkan selain orang yang
berkategori beruang dilarang masuk. Karena dijamin pasti tidak kuat membayar
SPP.
Gambar dari sini |
Persoalan
tentang Rintisan Sekolah Berstandar Iinternasional (RSBI) saat ini seperti bola
liar yang terus bergulir. Dihentikannya izin pendirian RSBI/SBI oleh
Kementerian Pendidikan Nasional serta ditundanya evaluasi menyeluruh terkait
penyelenggaraan RSBI/SBI menunjukkan bukti bahwa pemerintah masih setengah hati
dalam mengurusi pendidikan.
Kesan
bahwa pemerintah kurang peka terhadap kondisi pendidikan bangsa sangat terlihat
saat keberadaan RSBI mulai mendapat protes dari masyarakat luas, karena RSBI
dianggap sebagai bentuk komersialisasi pendidikan. Saat itulah pemerintah mulai
bereaksi dengan memberikan janji melakukan evaluasi secara komprehensif
terhadap RSBI.
Namun
yang terjadi hingga saat ini janji sekedar janji, dan ada kesan bahwa hal itu
guna menetralisir keadaan agar kembali normal. Sikap pemerintah yang demikian
sangat melukai hati rakyat, terutama warga miskin yang anak-anaknya tidak bisa
mengenyam pendidikan layak dan bermutu.
Dalam
hal ini RSBI juga bisa dikatakan sebagai salah satu faktor pemicu semakin
dalamnya kesenjangan sosial antara orang kaya dan miskin. Betapa tidak RSBI
hanya bisa dinikmati oleh anak-anak yang berasal dari keluarga kaya, sementara
anak-anak kurang mampu tidak bisa menikmati bersekolah di RSBI karena tidak
memiliki biaya masuk.
Persoalan
itu jelas sangat bertentangan dengan amanah Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31
ayat 1 yang berbunyi Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan. Itu
artinya pemerintah dengan RSBI nya telah melanggar undang-undang karena menutup
kesempatan bagi anak-anak kurang mampu untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
Harusnya Gratis
Keberadaan
RSBI bukan saja menciptakan kesenjangan sosial dimasyarakat, tetapi juga
menciptakan kecemburuan bagi sekolah-sekolah lain. Betapa tidak meskipun RSBI
sudah mendapatkan bantuan lebih dari pemerintah mereka juga diperbolehkan
memungut biaya lain dengan jumlah relatif sangat besar dari siswa.
Hal
itu berbanding terbalik dengan sekolah-sekolah lainnya yang hanya mendapatkan
bantuan pemerintah berupa Bantuan Operasional Sekolah yang jumlahnya tak
seberapa. Dan tiap sekolah yang menerima dana BOS tidak diperkenankan menarik
uang lagi dari siswa. Tentu saja hal itu menunjukkan adanya ketidakadilan
pemerintah dalam mengelola pendidikan. Sehingga jangan salah jika akhirnya
kualitas sekolah non RSBI terkesan lebih rendah dibanding RSBI.
Oleh
sebab itulah diperlukan penataan kembali mekanisme pengelolaan RSBI dan sekolah
non RSBI. Jika tujuannya sama-sama untuk memajukan pendidikan dan mencerdaskan
kehidupan masyarakat, maka pemerintah tidak boleh pilih kasih dalam memberikan
perhatian kepada sekolah baik itu yang bertaraf internasional, nasioanal,
negeri maupun swasta.
Dan
tak kalah penting lagi, RSBI harus bisa menjadi sekolah terbuka bagi seluruh lapisan
masyarakat.Baik untuk anak yang berasal dari keluarga kaya maupun dari keluarga
kurang mampu. Hal itu untuk menunjukkan bahwa RSBI bukan hanya miliki orang
kaya tetapi juga milik orang miskin. Sehingga ungkapan bahwa RSBI/SBI adalah “Rintisan
Sekolah Biaya Internasional” hanya omong kosong belaka. RSBI untuk kita semua,
semoga!!!
Post a Comment