Dewasa ini salah satu
problem akut yang dihadapi Bangsa Indonesia adalah masalah korupsi. Perilaku
korupsi masyarakat Indonesia sudah mencapai titik nadir, karena mulai dari pejabat negara hingga rakyat
biasa gemar melakukan perbuatan yang merugikan rakyat tersebut. Sehingga tidak
mengherankan jika fenomena korupsi telah membuat masyarakat Indonesia begitu
rendah diri serta malu di hadapan bangsa-bangsa lain. Karena perilaku korupsi
yang telah menggurita itulah yang pada akhirnya menempatkan Indonesia sebagai
negara terkorup di Asia Pasifik.
Benar apa yang pernah dikatakan oleh Bung
Hatta bahwa “korupsi sudah membudaya di antara bangsa Indonesia”.
Kalau diamati secara cermat, korupsi di Indonesia terjadi hampir di semua
lapisan masyarakat, serta di segala bidang kehidupan. Hal itu diperparah dengan
masalah pemberantasan korupsi yang masih terkesan tebang pilih dan tidak
serius. Pendek kata, korupsi masih menjadi potret buram bagi bangsa Indonesia.
Stop Korupsi |
Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI, 1991), korupsi memiliki arti busuk; palsu; dan suap.
Korupsi juga bisa diartikan sebagai kebejatan; ketidakjujuran; tidak bermoral;
penyimpangan dari kesucian (The Lexicon Webster Dictionary, 1978). Sedangkan
dalam pandangan hukum korupsi merupakan “penyelewengan atau penggelapan uang
negara atau perusahaan sebagai tempat seseorang bekerja untuk keuntungan
pribadi atau orang lain” (Kamus Hukum, 2002).
Dari pengertian diatas
korupsi bisa didefiniskian sebagai sebuah tindakan yang dapat menyebabkan
sebuah negara menjadi bangkrut dengan efek yang sangat merugikan seperti
hancurnya perekonomian rakyat, rusaknya sistem pendidikan, buruknya layanan
pemerintahan, minimnya pelayanan kesehatan serta yang paling parah tentu
semakin menjamurnya pengangguran dan kemiskinan yang akhirnya akan berdampak
pada meningkatnya angka kriminalitas.
Pengertian korupsi juga
bisa dijabarkan lebih luas lagi, seperti berkata bohong, perbuatan tidak jujur,
mark up dana, memberi hadiah sebagai pelicin agar tujuannya tercapai dan lain
sebagainya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sesungguhnya tindakan
korupsi merupakan sekumpulan kegiatan menyimpang dan dapat merugikan orang
lain. Kasus-kasus korupsi seperti itu sangat banyak dijumpai dalam kehidupan
sehari-hari dan cenderung sudah
membudaya.
Jika kita perhatikan
dengan seksama, hampir di semua aspek kehidupan bangsa ini sering terlibat
dengan kegiatan korupsi. Mulai dari lembaga pendidikan sampai lembaga keagamaan
sekalipun sering melakukan tindakan tidak terpuji tersebut. Di lingkungan
pendidikan (sekolah) misalnya sangat banyak ditemui praktek-praktek korupsi,
baik yang dilakukan oleh siswa maupun oleh para guru.
Contoh yang paling
konkrit dan sederhana korupsi yang dilakukan oleh siswa adalah seperti
mencontek ketika ulangan, berbohong, ataupun melanggar aturan sekolah.
Sedangkan korupsi yang dilakukan oleh guru dapat berbentuk mempersingkat waktu
mengajar, kurang disiplin, terlambat datang ke sekolah sampai menggelapkan dana
bantuan operasional sekolah (BOS) maupun uang beasiswa yang bernilai puluhan
juta rupiah.
Jika sendi-sendi
pendidikan telah terkontaminasi oleh perilaku korupsi, maka besar kemungkinan
akan lahir para koruptor kelas teri maupun kelas kakap yang berpendidikan.
Karena mereka merupakan alumni dari sekolah-sekolah maupun perguruan tinggi
yang notabenenya harus mengajarkan
nilai-nilai pendidikan antikorupsi. Dengan demikian untuk mencegah perilaku
korupsi di tengah-tengah masyarakat maka langkah awal yang harus dilakukan
adalah menanamkan pendidikan antikorupsi di sekolah maupun di kampus.
Butuh
Keteladanan
Untuk menciptakan
sebuah tatanan kehidupan yang bersih dari perilaku korupsi, maka diperlukan
sebuah sistem pendidikan anti korupsi yang di dalamnya berisi tentang
sosialisasi bentuk-bentuk korupsi, cara pencegahan, pelaporan serta pengawasan
terhadap segala bentuk tindakan korupsi. Pendidikan yang seperti itu harus
ditanamkan sedini mungkin secara terpadu mulai dari pendidikan dasar sampai
perguruan tinggi. Karena pendidikan antikorupsi ini akan berpengaruh pada
perkembangan psikologis peserta didik.
Pola pendidikan yang
diterapkan harus sistematik agar dapat membuat siswa menjadi lebih mengenal
sejak dini hal-hal yang berkenaan dengan korupsi termasuk sanksi apa saja yang
akan diterima oleh para koruptor. Dengan begitu, akan tercipta generasi yang
sadar dan memahami bahaya korupsi, bentuk-bentuk korupsi dan tahu akan sanksi
yang akan diterima jika melakukan tindakan korupsi.
Sebagai wujud nyata
penanaman nilai-nilai anti korupsi kepada peserta didik dalam lembaga
pendidikan adalah dengan cara keteladanan. Sebagai contoh guru dan kepala
sekolah merupakan teladan bagi siswa di sekolah. Oleh sebab itulah sebagai
seorang teladan maka perkataan, sikap dan juga perilaku dari seorang guru harus
baik karena akan dicontoh oleh anak didiknya. Misalnya jujur dalam berkata,
sopan dalam bersikap, santun dalam berperilaku, serta disiplin dan profesional dalam menjalankan tugasnya sebagai guru.
Di tingkatan perguruan
tinggi keteladanan patut diberikan oleh dosen dan pejabat kampus terhadap
mahasiswanya. Misalnya dosen tidak korupsi waktu serta disiplin dalam mengajar,
melarang plagiarisme, melakukan penelitian yang jujur, serta senantiasa
mengedapankan idealisme. Sedangkan pihak dekanat maupun rektorat bisa berperan
dalam transparansi keuangan pengelolaan kampus, hal itu dilakukan agar
mahasiswa dapat belajar mengelola keuangan di lembaga kemahasiswaan dengan baik
dan benar.
Setidaknya
ditanamkannya pendidikan antikorupsi kepada peserta didik memiliki dua tujuan
utama. Pertama untuk menanamkan
semangat antikorupsi kepada setiap peserta didik baik di tingkatan sekolah
maupun perguruan tinggi. Harapannya semangat anti korupsi akan tumbuh dalam
sanubari, dapat dijiwai oleh setiap generasi dan tercermin dalam perbuatan
sehari-hari. Kedua, agar timbul kesadaran bahwa upaya pemberantasan korupsi
bukan hanya menjadi tugas dan tanggung jawab lembaga penegak hukum seperti
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian, Kejaksaan, maupun LSM anti
korupsi melainkan juga menjadi tanggung jawab setiap anak bangsa.
Maka dari itulah
lembaga pendidikan sebagai salah satu sarana untuk mengajarkan ilmu pengetahuan,
nilai-nilai moral serta karakter sangat tepat dijadikan sebagai katalisator
untuk menanamkan pendidikan antikorupsi. Tidak hanya itu, pendidikan antikorupsi
yang dilaksanakan secara sistemik di semua tingkatan institusi pendidikan,
diharapkan akan dapat memperbaiki pola pikir bangsa tentang bahaya korupsi.
Penulis
adalah: Guru Pendidikan Agama Islam di SLB Negeri Ungaran
Post a Comment